"Semoga senyum Tuhan selalu menyertai aktivitas kita selaku khalifah di muka bumi hingga nafas terakhir tersenyum berpapasan Tuhan"

Sarekat Kacamata Hitam - Simbol Kepemimpinan Otoriter - Studi Panggung 29


Serikat Kacamata Hitam, naskah ini berkisah dari peristiwa satu daerah/kampung yang tertutup dari daerah luar, dan mempunyai beberapa sistem peraturan untuk mengatur segala kehidupan bermasyarakatnya, salah satu aturan yang ada, yaitu setiap masyarakatnya harus berpakaian hitam dan berkacamata hitam. Kemudian menolak segala pembaharuan sistem, budaya dan kebiasaan masyarakat. 
 Dengan kehadiran tokoh pemuda dari luar yang masuk ke daerah itu, mulai terjadi banyak kecurigaan dari beberapa masyarakat sekitar, tokoh pemuda ini diperankan oleh Ahmad Bacok,berkepribadian visioner, pintar, baik pula dan mempunyai idealistis yang baik untuk memajukan, memperdayakan masyarakat supaya lebih berkembang dalam berprilaku bermasyarakat dari sebelumnya.
Kemudian eksposisi tokoh yang lain pun mulai hadir dengan adanya tokoh-tokoh seperti Ibu, Noni, Bujang dan Kepala Desa, dalam naskah Serikat Kacamata Hitam ini konflik mulai terbangun di setiap adegannya. Akar permasalahan yang hadir ialah tentang sistem pembaharuan untuk pemberdayaan masyarakat, tetapi dijagal oleh otoritas Kepala Desa, hingga akhirnya apapun yang berhubungan dengan eksternal, maupun itu budaya, teknologi akan dijagal oleh tokoh Kepala Desa itu.
Pemuda ini adalah seorang sarjana arsitek yang mempunyai maksud baik untuk mengembangkan pemikiran masyarakat daerah itu, tetapi menurut Kepala Desa, Pemuda ini adalah ancaman bagi stabilitas desa, dengan kepandaianya, Pemuda itu berhasil membenahi jembatan yang ada di desa itu dan beberapa masyarakat pun merespon dengan baik, tetapi tidak dengan Kepala Desa itu, dengan otoritasnya sebagai pemimpin, segala ide berkembang yang dimiliki pemuda itu, merupakan ancaman dan hal hal buruk bagi desa itu sendiri.
Tetapi dengan idealistis, Pemuda itu tetap menjalankan segala ide dan programnya untuk melestarikan sumber daya alam dan sumber daya manusia di desa itu.
Konflik mulai terbangun dengan jelas ketika Pemuda, mengetahui beberapa kejanggalan yang terjadi di rumah inap sementara, Pemuda ini menginap di rumah Bujang, Noni dan Ibu, mulai dari alat komunikasi yang diputus dari luar, dan tidak boleh menyalakan radio, dan hal ini berlaku untuk seluruh masyarakat desa itu. Akhirnya kecurigaan Pemuda itu pun mulai Nampak hingga dia  langsung mencari segala penyebabnya.
Tetapi dengan kekuasaanya Kepala Desa malah mencari dan menangkapnya karena Pemuda merupakan ancaman bagi kampung ini, dengan mengerahkan segala anak buahnya, Kepala Desa itupun menemukan Pemuda dan menyiksanya hingga sampai akan diusir dari kampung itu, tetapi Ibu,Bujang dan Noni berhasil mempengaruhi warga setempat untuk mengoreh segala kejahatan Kepala Desanya, yang selama ini bertindak Otoriter terhadap masyarakatnya.  Terungkaplah segala rezim kekuasaanya dalam memimpinya.
Reza Noise selaku sutradara, meninterpretasikan naskah ini seolah olah membangun peristiwa yang terjadi pada zaman orde baru, dimana segala aspirasi masyarakat sangat sedikit sekali diperhatikan, hingga muncul beberapa kebijakan yang sifatnya memaksa rakyat.
Konsep garap yang Reza Noise bangun tidak terlalu berbeda jauh dengan isi naskahnya, tidak ada yang di adaptasi, lebih banyak di mempertebal karakteristik isi naskah itu dan bisa dinikmati oleh penonton dengan baik, mulai dari pesan naskah itu maupun dari kalimat – kalimat penting yang harus disampaikan secara gamblang.
Ketertarikan sutradara terhadap naskah ini adalah “ naskah Serikat Kacamata Hitam ini sangat unik sekali, ketika semua tokoh yang ada di dalam naskah ini berpakaian hitam kecuali si Pemuda dan banyak dialog satire yang harus disampaikan kepada penonton ”, ujar Reza Nois selaku sutradara.
Kemudian penulis mempunyai tafsir penyamaan peristiwa yang terjadi di naskah dan di masyarkat umum sebenarnya, yaitu kondisi pada saat zaman kepemimpinan Presiden Soeharto.

Peralihan Kekuasaan: Orde Lama menjadi Orde Baru

Pada 11 Maret 1966, Indonesia masih dalam keadaan terguncang dan terjebak dalam kekacauan. Tepat pada hari itu, Presiden Soekarno dipaksa menandatangani sebuah dekrit yang memberikan kekuasaan kepada Jenderal Suharto untuk melakukan tindakan-tindakan demi menjaga keamanan, kedamaian dan stabilitas negara. Dekrit ini dikenal sebagai dokumen Supersemar (Surat Perintah Sebelas Maret) dan menjadi alat pemindahan kekuasaan eksekutif dari Soekarno ke Suharto. Suharto dengan cepat melarang segala aktivitas PKI, mulai membersihkan militer dari elemen-elemen aliran kiri, dan mulai memperkuat peran politik militer di masyarakat Indonesia.
Meski masih tetap presiden, kekuatan Soekarno makin lama makin berkurang sehingga Suharto secara formal dinyatakan sebagai pejabat sementara presiden pada tahun 1967 dan dilantik menjadi Presiden Indonesia kedua pada tahun 1968. Ini menandai munculnya era baru yang disebut 'Orde Baru' dan berarti bahwa kebijakan-kebijakan pemerintah diubah dengan drastis. Pemerintah Suharto ini berfokus pada pembangunan ekonomi. Hubungan dengan dunia Barat, yang telah dihancurkan Soekarno, dipulihkan sehingga memungkinkan mengalirnya dana bantuan asing yang sangat dibutuhkan masuk ke Indonesia. Manajemen fiskal yang penuh kehati-hatian mulai dilaksanakan oleh para teknokrat dan konfrontasi yang berbahaya dan mahal melawan Malaysia dihentikan.
Langkah selanjutnya yang dilakukan Suharto adalah depolitisasi Indonesia. Para menteri tidak diizinkan membuat kebijakan mereka sendiri. Sebaliknya, mereka harus mengimplementasikan kebijakan-kebijakan yang di intruksi oleh atasannya (Presiden).
Golkar (akronim dari Golongan Karya, atau kelompok-kelompok fungsional) digunakan sebagai kendaraan parlementer yang kuat milik Suharto. Golkar ini mencakup beberapa ratus kelompok fungsional yang lebih kecil (seperti persatuan-persatuan buruh, petani dan pengusaha) yang memastikan bahwa masyarakat Indonesia tidak bisa lagi dimobilisasi oleh partai-partai politik.
Golkar dikembangkan menjadi sebuah alat untuk memastikan bahwa mayoritas suara dalam pemilihan umum akan mendukung pemerintah. Golkar memiliki jaringan sampai ke desa-desa dan didanai untuk mempromosikan Pemerintah Pusat. Para pegawai negeri sipil diwajibkan mendukung Golkar sementara kepala-kepala desa menerima kuota suara untuk Golkar yang harus dipenuhi. Kebijakan-kebijakan ini menghasilkan kemenangan besar untuk Golkar pada pemilihan umum 1971.
Untuk semakin memperkuat kekuasaan politiknya, Suharto 'mendorong' sembilan partai politik yang ada untuk bergabung sehingga tinggal dua partai. Partai pertama adalah Partai Persatuan Pembangunan (PPP) yang terdiri dari partai-partai Islam dan partai kedua adalah Partai Demokrasi Indonesia (PDI) terdiri dari partai-partai nasionalis dan Kristen. Kendati begitu, aktivitas-aktivitas politik kedua partai ini sangat dibatasi sehingga hanya menjadi masa-masa kampanye singkat sebelum pemilihan umum.
Jadi penulis mempunyai tafsir dari simbol pakaian hitam dan kacamata hitam, beranalogi dari sebuah peristiwa yang terjadi di masyarakat sebenarnya, akhirnya segala kebijakan dan intruksional yang dilakukan tokoh Kepala Desa di naskah ini, hampir menyerupai dengan peristiwa politik di indonesia pada saat itu. Naskah ini sangat menarik sekali dalam isi pesan moral yang di bangun dan  tidak lupa juga dalam pengembangan struktur dramatik yang di bangun penulis naskah ini sangat detail.

Tidak ada komentar:

Diberdayakan oleh Blogger.