"Semoga senyum Tuhan selalu menyertai aktivitas kita selaku khalifah di muka bumi hingga nafas terakhir tersenyum berpapasan Tuhan"

Selasar Bincang Studi Panggung 33 Teater Awal Bandung pada Wanita yang diselamatkan

November 11, 2021

Selasar Bincang Studi Panggung 33 Teater Awal Bandung pada Wanita yang diselamatkan
Dokumentasi Studi Panggung 33

 


Teater Awal Bandung kembali melakukan Studi Panggungnya untuk angkatan 33 di Aula Desa Sindang Pakuon Kab.Sumedang, pada Sabtu-Minggu, 6-7 November 2021 minggu lalu. Studi Panggung kali ini mementaskan naskah dengan judul “Wanita yang diselamatkan” karya Artur S. Nalan, yang di Sutradarai oleh Natsar Goris dibawah Pimpinan Produksi Maya Sedu. Pementasan ini dilakukan secara offline yang dihadiri secara langsung oleh apresiator dengan dilaksanakan selama 4 sesi. Hal ini dilakukan agar semuanya berjalan seimbang beriringan, kegiatan dapat dilaksanakan baik, dan ketertiban prokes berupa pembatasan pun tetap dapat dilakukan dan dipatuhi pada kondisi yang belum sepenuhnya normal ini.

 

Terlaksananya Studi Panggung 33 ini tentu diantarkan oleh proses yang tidak sebentar, proses tersebut melahirkan potongan demi potongan peristiwa yang menjadi sebuah cerita tersediri bagi masing-masing individunya. Berikut selasar yang berisi bincang para tim pada Studi Panggung 33 kali ini.

 

Perjalanan pertunjukan Teater dalam rangka Studi Panggung 33, yang membawa naskah “Wanita yang diselamatkan” karya Artur S. Nalan adalah suatu pertunjukan yang kembali mengajak dan mengingatkan kepada kita tentang semangat dan bergairah dalam berproses.

 

Studi panggung 33 merupakan agenda tahunan yang berlangsung setelah hadirnya anggota baru UKM Teater Awal Bandung. Namun dalam keutuhan pertunjukan ini, tidak bisa dipungkiri, bahwa seluruh baraya UKM Teater Awal Bandung, semuanya ikut andil, melibatkan dan saling bahu membahu membangun pertunjukan ini. Baik dari tatanan art maupun non art. Semuanya berproses bersama untuk dinikmati bersama.

 

Dalam prosesnya, pertunjukan teater akan penuh dengan peristiwa dan pengalaman yang mengejutkan bahkan menakjubkan yang harus dilalui bersama. Maka dalam hal itu semua akan terbalaskan dengan adanya suatu peristiwa panggung, yakni terjadinya suatu pertunjukan. Hadirnya pertunjukan teater dalam rangka Studi Panggung 33 ini, menjadi perhatian dan yang dinantikan, karena secara prosesnya pun di tengah segala pembatasan dan keterbatasan, namun tidak membatasi kreasi dan gairah untuk terus berkarya.

 

Meski, dalam perjalanan prosesnya masih banyak yang harus dibenahi dan disesuaikan dengan keadaan hari ini. Tetapi kami terus mencoba untuk terus menjaga nafas proses untuk tetap ada dan berkarya, memberikan yang terbaik untuk para apresiator.

 

Semoga kita tidak pernah bosan melaksanakan segala peristiwa yang telah terjadi, hingga yang akan terjadi. Proses tidak akan mengkhianati hasil dan dari segala proses yang telah dialami tidak akan ada yang sia-sia dilalui.

Alan Talor, Ketua Umum Teater Awal Bandung Periode 2021-2022


 

Sebuah proses yang panjang, banyak suka-duka yang dialami selama proses perjalanan keproduksian hingga sampainya pentas, di awal-awal memang cukup kesulitan untuk mencari tempat apalagi status kegiatan sosial masih ada di antara kebimbangan dapat dilaksanakan secara bebas terbatas. Pencarian tempat yang menjadi kendala yang cukup rumit, dari sumedang sampai cimahi sudah menjadi sebuah rutinitas yang biasa aku kejar bareng partner keproduksian Hilal Adeung selaku sekretaris produksi. Rutinitas itu dilakukan sebagai wujud pencarian dan juga tindakan pengajuan pada beberapa tempat dan instansi yang berhubungan namun masih saja ada beberapa hal yang menjadi kendala dan ketidakcocokan. 

 

Selain itu kendala yang cukup berat juga ada pada dana/biaya produksi, berbagai upaya saya lakukan, komunikasi dengan demisioner yang telah berpengalaman, mencari alternatif pemasukan, sponsorhip dan kerjasama sudah mencoba untuk aplly kesana-kemari tapi ternyata tidak semudah itu mendapatkan hasilnya. Tapi alhamdulillah dengan terciptanya suasana saling support dan saling memberi antar baraya membuat proses persiapan sampai kepada pementasannya dapat berjalan lancar, adanya agenda ini cukup mengobati kerinduan apresiator pada pementasan teater.

 

Hari-hari pementasan saya lebih banyak diam dan memperhatikan, sesekali melakukan cek dan kontrol, sampai beberapa orang berkata sed makan sed pipi kamu tirusan hehe,.mungkin karena ketika pementasan terjadi pun belum merasa selesai, masih harus ada yang dilakukan, masih harus ada yang diurus, ini dan itu, follow up perizinan, memastikan semuanya berjalan dengan baik. Tapi pada akhirnya aku pun kembali disadarkan bahwa kita semua bekerja secara kolektif jadi saling bantu membantu, jangan sampai semua pikiran dan tanggung jawab dipikirkan oleh sendirian. Jadi aku pun membagi keresahan pada tim-tim yang lain. Perasaan haru smaa aku nangis justru pas satu hari setelah beresnya pementasan, mungkin karena sudah ada waktu untuk merasa lega, bersyukur akhirnya persiapan dan pementasan yang menguras tenaga, waktu dan pikiran dapat berjalan juga. Meskipun tetap masih ada hal-hal yang masih harus kita selesaikan. Permasalahan administrasi yang harus direview, dievaluasi, dan dikaji bersama agar kedepannya lebih baik lagi.

Maya Sedu, Pimpinan Produksi

 

Seneng juga akhirnya aku bisa ngerasain jadi bagian dari produksi, bukan lagi wilayah art, akhirnya jadi punya pengalaman baru, relasi baru, perspektif baru. Hal ini bisa mendewasakan diri aku juga yang biasanya manja harus ini itu, ketika dihadapkan dengan tanggung jawab ini dituntut untuk nurunin ego untuk urusan keproduksian, harus bisa mengambil keputusan yang tepat, menimbang yang baiknya seperti apa. Cukup pusing untuk managemen keuangan, terlebih proses pencariannya ya, mengajukan banyak proposal tapi yang bisa didapet cuma satu atau dua, untuk cara lain juga kita lakukan seperti mencoba untuk berjualan secara online, tapi di kondisi seperti ini juga menjaring pasar tidak semudah itu. Alhamdulillah pada akhirnya bisa ke cover. Ya, walau mungkin banyak halang-rintang tapi karena kerja sama tim bersyukur banget bisa lancar dan masih banyak yang bantu aku dan tim keproduksian lainnya. Pesannya semoga keproduksian teater Awal Bandung kedepannya terus dan semoga aku juga bisa lebih berkembang.”

Suci Loli, Bendahara Produksi

 

Hal yang pertama saya lakukan pada proses penyutradaraan yaitu pemilihan naskah, setelah naskah dipilih, saya bisa buat grand design soal konsep pertunjukan, baru seteleh itu bisa masuk ke wilayah yang lebih detail lagi. Naskah wanita yang diselamatkan ini saya pilih karena memang srek, selain itu melihat kapasitas dalam artian jumlah aktor yang akan saya garap. Sebenarnya setiap naskah mewakili perasaan kita, hanya saja memang untuk naskah ini saya merasakan keresahan yang cukup intim, saya menemukan keintiman dimana pada naskah ini saya mendapatkan detail detail penafsiran pribadi untuk penyadaran diri sendiri tentang sifat manusia.

 

Untuk proses garapannya sendiri saya mencoba untuk menggojlok keaktoran terlebih dahulu, jadi saya belum masuk ke wilayah bentuk, karena apa? Takutnya ketika anak-anak aktor yang perlu kita sadari bahwa ini merupakan studi panggung, dimana sebagian besar yang terlibat adalah anggota baru, yang mungkin saja baru mengenal wilayah keaktoran takutnya kewalahan ketika dibenturkan dengan bentuk secara langsung. Makanya yang harus menjadi kekuatan itu dari keaktorannya terlebih dahulu, baru masuk ke bentuk (pertunjukan).

 

Konsep yang saya bangun pada akhirnya mengalir, yang penting sebagai sutradara penting sekali untuk menjaga irama pertunjukan. Menurut A Pongkir, butuh kepekaan, kejelian, dan kejeniusan sutradara jika kita berbicara irama pertunjukan.

 

Sedikit mengutip juga dari A Oet, bagus dan tidaknya hasil akhir itu relatif, setidaknya kita sudah menciptakan dinamika proses agar nafas teater tidak berhenti.

 

Lewat proses ini kita belajar menjadi manusia lagi, kita menjadikan sosok tokoh sosok peran itu menjadi manusia. Sebelumnya mengenal tokoh dalam naskah kita harus mengenal dulu kita. Penyadaran diri menjadi manusia lagi.

 

Sesuai dengan niat awal saya, saya ingin anak-anak menjadi candu akan teater, melalui proses yang sedemikian rupa berwarna. Proses yang mahal, teater tanpa proses menurut saya nihil. Setidaknya saya berusaha menciptakan siklus proses yang baik.

Natsar Goris, Sutradara

 

 

Pada pementasan Wanita yang diselamatkan ini saya menjadi stage manager. Menjadi stage manager ini sebenarnya jadi kali pertama, ketika sebelumnya sudah pernah dihadapkan dengan tanggung jawab sebagai pimpinan produksi, cukup ada bayangan bekerja diwilayah yang diluar dari tim art. Stage manager ini ya agak rumit dimana perannya ada diantara art dan non-art menjadi jembatan antara sutradara dan pimpinan produksi, semuanya harus saling memahami. Grup terpusat perlu agar komunikasi bisa berjalan dengan baik, dan komunikasi bisa dilakukan lintas bidang. Semuanya dapat berjalan dengan baik, ya, apa ya, yang saya rasakan, studi panggung ini kan studi, semua baru, semuanya belajar, terutama belajar untuk paham dan mengerti porsi dan tanggung jawabnya masing-masing, itu sih yang terpenting, agar semuanya dapat berjalan beriringan dan saling mendukung hingga terciptanya kesatuan yang utuh. Evaluasi juga tentu perlu dilakukan agar kita dapat mengerti apa yang kurang dan apa yang perlu di perbaiki ke depannya agar lebih baik.

Faiz Sileng, Stage Manager

 

 

Peran saya sebagai astrada mendampingi sutradara menggarap naskah ini. Bertukar pikiran dan memberi masukan bersama sutradara dalam mengkonsep garapan studi panggung 33. Kesulitannya sebenarnya terasa di awal-awal garapan ketika konsep garapan belum fix seutuhnya, pun ketika bersentuhan langsung dengan para aktor yang kebetulan anggota baru, memang memiliki karakter yang berbeda-beda. Menurut saya, Wanita yang diselamatkan adalah salah satu naskah yang terbilang mudah dipahami, dengan aktor yang terbilang tidak terlalu banyak juga, meskipun plot dibuat maju-mundur, tetapi poin-poin yang ingin disampaikan penulis dapat mudah dipahami pembaca. 

 

Naskah Wanita yang diselamatkan ini cukup sulit untuk disajikan dalam bentuk pertunjukan, sebuah naskah yang ringan tapi butuh keberanian, pemahanan dan interpretasi yang baik. Selain itu kita dituntut untuk kreatif ketika membuat sebuah adaptasi yang tidak keluar dari maksud baik penulis. Sutradara menggarap dengan mengasah keaktoran terlebih dahulu di 2 bulan pertama, dan 1 bulan terakhir fokus ke konsep dan bentuk. 

 

Garapan studi panggung ini adalah pengalamn pertama saya menjadi astrada, tentu bagi yang lain juga. Studi panggung bukan hanya studi bagi para anggota baru menjadi aktor, tapi tim yang lain juga, studi menjadi sutradara, astrada, pemusik, penata artistik, dan yang lainnya. Garapan ini juga berhasil mengobati kerinduan berproses apalagi dihadapkan dengan pertunjukan offline.

 

Pokoknya semangat untuk untuk anggota baru khususnya, studi panggung adalah gerbang awal proses dari yang sebenarnya. Jangan pernah puas, nyamuk pun mati karena tepuk tangan.

Dewi Awek, Astrada

 

 

Dag dig dug sebenarnya membawakan naskah ini, karena katanya naskah ini termasuk naskah yang sexy karena butuh sudut pandang lebih untuk memahami maksud baiknya. 

 

Soal interpretasi naskah di wilayah musik, saya sempat bingung soal konsep musik, tadinya saya ingin memakai konsep suara natural untuk suasana. Ternyata sambil berjalan sampai menjadi bentuk utuh berpikir keras. Ruang, waktu, peristiwa dengan adaptasian sutradara menurut saya menjadi sedikit rumit di wilayah musik, khususnya yang menunjukan ruang. Yang pada akhirnya konsep musik pada naskah ini tetap konsep musik pertunjukan realis, tadinya ada keinginan untuk dicampur dengan natural, masih ingin mencoba konsep musik natural. Rencana awal untuk dibawa pada wilayah eksperimental juga tidak jadi dilakukan karena menyesuaikan dengan konsep yang diingikan sutradara.

Pada naskah ini secara musik juga tidak terlalu banyak memainkan simbol, hanya secara artistik yang memainkan itu, tapi ya memang hal itu mempengaruhi ketika di sinkronkan dengan musik, ada kesan lain yang bisa dirasakan pada musik ketika musik masuk bersamaan dengan adegan yang cukup simbolis. Ciri khas pada musik kali ini saya membawa musik yang identik dengan sunda, hal ini cukup menjadi penguat indentitas ruang yang dibawa oleh naskah. Tapi tema musik di garapan ini secara scale saya memainkan di nada minor semua.  Adaptasi tahun juga semapt berubah-ubah, awal 2000 sampai 2003, lalu ganti menjadi 2000-2005, nah hal ini yang mempengaruhi kondep musik yang pada akhirnya disepakati dibawa pada tahun-tahun sekitar 2010. Secara musik tentu otomatis berubah juga secara timbre dan pola ritmik. 

 

Dinamika nya cukup banyak, ya garapan ini cukup menguras pikiran hehe. Selebihnya percaya proses, ikhlas, dan jaga tempo.

Dien Jaja selaku Penata Musik

 

 

Asik sih naskah ini, ya perlu diskusi dan memahami lebih dalam, bicara soal naskah ini akan menjadi perbincangan yang panjang. Naskah ini cukup menantang, terlebih menantang di konsep bentuk artistik, apalagi kalau kita membawanya ke ruang realis, ya, menantang untuk mementaskannya. Untuk dibawa ke bentuk realis juga cukup banyak latar tempat menurut saya, dan itu kesulitan yang menantangnya.

Annas Piket, Penata Artistik

 

 

Make up pada garapan naskah ini ga begitu susah banget, karena ini kan naskahnya realis jadi make up nya juga ya make up karakter bukan makeup fantasi. Tapi yang menariknya ini, semua aktor rata-rata umur kisaran 33 sampai 38, jadi tantangan juga buat gradasi dimuka nya, kebanyakan garis bisa keliatan tua, terlalu sedikit juga nantinya jadi bias, jadi harus kuat banget karakter make upnya, nanggung, kan kalau main di wajah kalau ketebelan atau kebanyakan jatohnya kendor terus tua banget, jadi di siasatinya di shading perkuat karakter mukanya aja, dan satu lagi, harus make upin orang dewasa ke umur sekitar 8 tahunan itu PR sih hehe, ya paling untuk anak kecil ini dibikin fresh make upnya ga pake shading, ngambil warna yang soft, istilahnya itu makeup no makeup.

Dhea Pese selaku, Penata Make Up

 

 

Ada beberapa hal yang berbeda dari garapan biasanya terutama pada wilayah lighting di Studi Panggung 33 ini. Salah satunya yaitu dimana lighting dimainkan juga oleh aktor, dan ini tetap menjadi arahan penata lighting. Ada dibeberapa adegan dimana aktor memainkan lighting di dalam panggung menggunakan senter, yaitu pada gimik awal dan salah satu adegan yang menunjukan latar hutan. Implementasinya tidak sesederhana yang dibayangkan, justru ketika aktor memainkan perannya juga diwilayah lighting ini menjadi tantangan dan proses yang harus terus menerus dilakukan agar sesuai dengan konsep yang diharapkan. 

 

Pada garapan ini juga yang menjadi tantangan adalah karena ada 2 konsep pertunjukan. Maksudnya garapan ini secara gari besar realis namun dipadukan dengan surealis, bahasa lainnya mungkin semi-surealis. Yang membedakan lighting ketika masuk adegan surealis yaitu pemilihan spot dan penggunaan backlight sebagai penguat. Sedangkan untuk realis sendiri saya lebih banyak memporsikan lighting untuk kebutuhan penanda waktu, karena sebagian besar adegan terjadi pada waktu malam dan subuh jadi dapat dilihat bahwa lighting lebih banyak temaram. Selain itu juga digunakan sebagai pembeda ruang antara indoor dan outdoor lighting juga memainkan perannya disana bagaimana hal ini bisa jadi pembeda antara ruang waktu yang dimainkan dalam panggung. Untuk hal lain juga saya memainkan Ambience sebagai tambahan.

 

Garapan ini menarik, saya dihadapkan dengan ruang yang baru, yang menuntut saya untuk beradptasi dengan bai pada ruang tersebut, tidak seperti biasanya dimana pertunjukan dilakukan pada ruang yang ideal untuk jenis pertunjukan teater, sekarang kita dihadapkan ruang dimana kita harus kompromi. Melatih pikiran untuk dapat menjalankan hal yang ideal pada ruang yang tidak cukup ideal.

 

Biasanya pada pementasan online yang dilakukan hanya taping taping, tapi dengan terjadinya pentas offline ini, saya merasa disadarkan kembali bahwa kita sudah lama tidak melaksanakan pentas teater secara offline, dimana lazimnya esensi teater memang dilaksanakan secara langsung berhadapan dengan penonton. Ya bersyukur sekali, intinya bagaimanapun keadaannya kita harus ikhlas dalam proses.

Ahmad Bacok, Penata Lighting

 

 

Menjadi penata kostum pertama kali itu yang jelas susah sih hehe susah dan membingungkan, kalau untuk kostum pribadi aktor yang susah itu nyari-nyari yang cocok dan sesuai dengan konsep sutradara gitu ya, terus tiba-tiba ada perubahan konsep, jadi agak muter otak lagi. Itu sih yang jadi pusing bangetnya. Kalau untuk kostum yang dibuat gitu semisal topeng atau jubah pusingnya di pembuatan desainnya aja, karena kalau untuk proses pengerjaannya juga aku minta tolong sama yang lain jadi ga begitu pusing, lebih asik juga pas ngerjainnya. Perubahan konsep atau perbedaan interpretasi antara penata dan sutradara sebenarnya nano nano ya, yang jadi beratnya, ketika para aktor sudah mentok untuk mencari sesuai konsep yang benar-benar diinginkan, kebanyakan dari mereka juga terlalu cepat membeli, bukan pinjam atau mencari yang ada terlebih dahulu, pada akhirnya kembali lagi pada persoalan dana. Terus misal udah OK menurut sutradara dan astrada, tapi kalau kata penata artistik ga cocok karena bentrok sama setting ya jadi cukup repot, kita harus menyesuaikan sama banyak pihak, tapi seru lah. Aku kerja barengan sama buba sama a goslow, terus bagi-bagi tugas jadi asik ga terlalu berat. Banyak tahu lah tentang hal-hal yang sebelumnya aku ga tau, jadi dapet banyak pelajaran baru khususnya di bidang kostum gitu. Dan ga kapok sih, jadi kalo suatu saat aku ditawarin buat megang kostum lagi, ayok hehe.

Erika Apink, Penata Kostum

 

 

Selain sebagai korlat saya juga terlibat sebagai aktor. Selaku korlat ya ngerasa sedih banget, sampe ngerasa minder ya gitu pokoknya haha karena merasa tidak bisa apa-apa, masih merasa kurang, cuman tetep ini yang dinamakan proses, alhamdulillah bisa teratasi sambil mencari ilmu lebih ngobrol kesana kemari, ya harus lebih siap, kudu leuwih edan si “gepod” na biar ngeri gitu haha. Pokoknya ga ngerti lagi. Garapan ini asik, candu, ingin terlibat di garapan lagi. Selain itu saya baru menyadari bahwa jadi sutradara dan astrada itu keren banget, ngeri pisan otak sutradara itu, keren anak-anak teater. Merasakan tepuk tangan di awal dan di akhir pertunjukan itu mengharukan eung. Gangerti lagi dengan perasaan, kenapa harus melibatkan perasaan di tiap-tiap kegiatan Teater Awal Bandung. Buat anak-anak anggota baru, besar harapan saya terhadap mereka selaku koordinator pemeranan terutama di wilayah keaktoran, saya ingin menjadikan -- kalau kata A Kato itu -- kita adalah pemain, menjadikan pemain sebagai manusia. Gitu pokoknya.

Rian Gepod, Koordinator Latihan

 

 

Selasar Bincang Studi Panggung 33 Teater Awal Bandung pada Wanita yang diselamatkan
Dokumentasi Studi Panggung 33

 

Selain beberapa tim tadi, ada juga bincang intim dengan anggota baru Teater Awal Bandung angkatan 33 selaku aktor-aktor pada pementasan Wanita yang diselamatkan ini.

 

 

Peran saya sebagai Malim, seorang pemimpin kelompok kalajengking, ya umurnya sekitar 48 tahun, mempunyai karakter tegas dan berwibawa. Dimana dia menjadi seseorang yang membungkus keadilan menurut dirinya dengan cara yang keliru sehingga menuntut dirinya untuk hidup berpindah-pindah tempat (nomaden). Kesulitannya ya karena tokoh ini cukup tegas dan serius, jadi saya tidak bisa terlalu banyak bercanda saat memainkan tokohnya. Terus juga soal postur apalagi adegan fighting, saya cukup sulit untuk mengimbangi dan menjadi salah satu poin evaluasi. 

 

Yang menariknya dari naskah ini kita disadarkan soal sifat manusia, seperti contoh meskipun tokoh Malim ini cukup keras dan tegas tapi ia bisa menjadi lemah ketika ditinggalkan oleh istrinya. 

 

Pandangan saya terhadap sutradara ya saya pikir jadi sutradara itu, kita punya gagasan terus tinggal dikembangkan lagi itu sudah cukup, tapi ternyata tidak sampai disitu, masih banyak ke dalamnya lagi yang harus dilakukan, seperti harus tahu psikologis para aktor dan banyak hal lainnya. A Goris dan Teh Awek selaku Sutradara dan Astrada yang saya rasakan metode yang dilakukan pada para aktornya enak bisa memahami psikologis aktor. 

 

Seru ini beneran, tapi ada juga perasaan bosan khususnya ketika ngubek-ngubek soal keaktoran. Yang saya lakukan kadang sedikit-sedikit nimbrung ke bidang lain kaya artistik atau musik, ini yang membuat kembali semangat lagi.

 

Perasaan saya tidak menyangka bisa ada di posisi ketika beres pentas bisa dengan lega menghisap rokok di belakang panggung. Terimakasih sebesar-besarnya untuk seluruh Baraya Teater Awal Bandung yang selalu semangat dan terus berproses.

Faishal Molay sebagai Malim

 

 

Peran saya sebagai Umi, istri dari Malim. Umi adalah sosok seorang wanita penyabar, bijaksana, yang begitu cinta terhadap suaminya. Umi begitu sabarnya menghadapi sikap sang suami, tapi ia tidak bisa berbuat apa-apa. Keresahan tokoh ini berkutat pada kegiatan sang suami dan batinnya yang tak kunjung dikaruani anak.

 

Memahami dialog dan perasaan tokoh merupakan upaya yang saya lakukan, meskipun cukup kesulitan ya aku harus merasakan bagaimana rasanya ingin mempunyai anak, merasakan hamil terus-menerus namun selalu keguguran, membangun rumah tangga, ya hal-hal tadi belum pernah aku alami secara realita.

 

Hal yang menarik dari cerita di naskah ini adanya salah satu tokoh yang mengorbankan dirinya untuk melakukan apapun demi kebebasan yang harus ia dapatkan. Peran sutradara juga asik, kita dibiasakan untuk saling mengoreksi lewat obrolan-obrolan. Pokoknya baik dan enakeun.

 

Suasana garapan ini ada seneng, ada sedih, ada rasa deg-degannya, pokoknya campur aduk, tidak bisa diungkapkan oleh kata-kata. Ya, dengan terjadinya proses ini aku berpesan pada diri sendiri untuk jangan pernah menyerah, kesuksesan itu datang dari hasil kerja keras kita, kelelahan-kelelahan itu akan hilang ketika kita telah mendengarkan tepuk tangan dari orang lain.

Annisa Poe sebagai Umi

 

 

Saya memainkan peran sebagai tokoh Juned, seorang tokoh kepercayaan malim yang menjadi pembelot karena menginginkan kebebasan dan hidup diatas kebaikan. Untuk menjadi tokoh juned ini saya melakukan observasi langsung ke lapangan sesuai dengan tokoh yang saya mainkan,, misal karena tokoh juned ini kesehariannya sebagai tukang ojek juga maka saya pun melakukan observasi kepada tukang ojek di pangkalan yang berada dekat dari wilayah sanggar. Selain itu mencari referensi data sesuai dengan cerita yang ada pada naskah. Lalu memperhatikan gaya-gaya berpakaian pada jaman yang sesuai dengan latar waktu cerita. Kesulitan yang saya hadapi saya masuk ke dalam tokoh ini adalah bagaimana membuat tokoh itu agar hidup soalnya saya dengan tokoh yang saya mainkan jarak usianya yang terpaut jauh, yaitu memiliki perbedaan sekitar 20 tahun. Kupek jadi sulit untuk membiasakan kebiasaan-kebiasaan tokoh, lalu juga membangun chemistry dengan lawan main ternyata gampang gampang susah ternyata, tapi seru haha.

 

Menariknya naskah ini meskipun terlihat ringan tapi sulit untuk dibawakan karena banyak pesan yang tersirat didalamnya, jadi kita perlu menyampaikan pesan-pesan itu supaya sampai kepada penonton itu jadi tantangan tersendiri. Semakin dikaji lebih dalam, semakin banyak pula pesan pesan kehidupan yang saya dapatkan. Banyak konflik kecil dalam naskah yang ternyata itu menjadi sesuatu yang penting, pokoknya keunggulan naskah ini sulit untuk diungkapkan, naskah yang terlihat ringan tapi berat. 

 

Sutradaranya baik sekali, kalau yang saya baca pasut ini tipe konseptor. Enaknya kita dibebaskan untuk eksplorasi tapi tetap dijalurkan supaya tidak terlalu jauh melenceng dari jalur. Keseluruhan enak sih konsepnya out of the box. Meskipun kadang banyak perubahan, tapi kita mendapat pelajaran penting bahwa teater itu harus siap terhadap perubahan bahkan h-beberapa detik sebelum pentas. Banyak sekali ilmu yang ditularkan khususnya ranah keaktoran.

 

Alhamdulillah keseluruhan tim yang saya rasakan luar biasa untuk pementasan pertama ini banyak sekali ilmu yang ditularkan dari tim-tim yang lain, ya di teater kita harus bisa mengerti dan paham bidang lainnya, harus bisa segala. Meskipun dalam prosesnya pasti ada dinamika

Ajriel Kupek sebagai Juned

 

 

Saya memerankan tokoh Jamilah, istri dari Juned. Tokoh Jamilah ini terjerumus karena kesahithatiannya pada Juned yang 5 tahun sebelumnya masuk penjara, ia menjadi mulai sedikit liar sampai menemukan seorang lelaki yang menyisakan anak pada perutnya, nahasnya ya tidak sesuai kepercayaannya, ia harus mengurus anak ini sendiri, sampai pertemuannya dengan Mami Rawit mengantarkan Jamilah menjadi tuna susila. Hingga pada suatu hari ia bertemu kembali dengan Juned dan dibebaskannya ia dari belenggu Mami Rawit sampai menikah dengan Juned dalam keadaan sudah mempunyai anak.

 

Sulit banget memainkan tokoh ini banyak melakukan olah sukma dan observasi. Observasi sebagai ibu rumah tangga ya aku mengamati ibu runmah tangga sebagaimana pada umumnya, karena sering ditemui di keseharian ya orang yang bertindak sebagai istri sekaligus anak, tidak jauh permasalahannya dengan suami itu dari permasalahan hidup dan keuangan. Untuk observasi lain sebagai peran wanita tuna susila juga saya mendatangi tempat yang identik dengan objek tersebut dan mengamati kebiasaan mereka. 

 

Dalam cerita naskah ini ya cinta membutakan segalanya. Garapan ini keren sih rame juga kita semua saling bersatu pokoknya saling aja deh hehe. Ya, teruslah berproses karena proses tidak akan mengkhianati hasil.

Mega Siba sebagai Jamila

 

 

Aku memerankan tokoh bernama Ayu, dia anak dari Jamilah, menariknya dari tokoh ini dia ga tau kalo Juned bukan bapak aslinya. Seperti yang sudah disinggung sebelumnya di cerita tokoh Jamilah. Upaya yang saya lakukan untuk memahami tokoh ini ya dengan observasi, aku melakukannya dengan mengamati adik sendiri untuk observasi anak kecil, memahami gerak-gerik kebiasaanya, cara jalan, cara ngomong, kesulitannya itu ya ada adegan yang sulit diobservasi dimana adegan ini memang tidak lazim dilakukan oleh anak kecil. 

 

Yang menjadi sulit adalah perbedaan usia aku dengan tokoh yang dimainkan juga ya, terkadang susah juga meyakinkan diri sendiri apakah sudah terlihat sebagai anak kecil atau belum. Naskah ini cukup pusing karena alurnya juga maju-mundur, meskipun pada akhirnya dapat dipahami setelah terus dibaca dan dinikmati. Yang keren pengemasan sutradara sih, dimana sutradara bisa mengemas naskah ini dengan cara yang berbeda. Terus amanat dari naskah ini yaitu apa yang kita tuai itu yang kita petik, kita harus bertanggung jawab atas semua pilihan dalam hidup kita.

 

Seru banget pokoknya, bahagia. Meskipun terkadang ada bosen dan malesnya juga sedikit hehe. Keterlibatan tim lain itu bener-bener kerasa kerjasamanya, saling membantu juga, terus kerja keras biar bikin pementasan ini berjalan lancar. Nuansa garapan ya bahagia semuanya, mungkin karena ngelakuinnya dengan penuh keikhlasan, Seru, bahagia, seneng, campur aduk lah pokoknya.

Alvia Mada sebagai Ayu

 

 

Peran saya di sebagai Barjah, ia yang membawa konflik dalam cerita naskah ini. Dari awal pertemuan dengan si Juned, membebaskan Jamilah, sampai pada sebab konflik besar yang terjadi pada naskah ini yang menyebabkan perseteruan Juned dan Malim selaku pemimpin tertinggi. Karakter Barjah ini pandai melihat situasi dan jago berbicara untuk membuat lawan main mudah terhasut, barjah sendiri sebagai pemimpin pasukan.

 

Pesan moral yang disampaikan yaitu bagaimana kebebasan/kemerdekaan harus ada didalam diri individu masing-masing. Tiap-tiap adegannya mewakili perasaan tersebut. Intinya pesannya adalah kemerdekaan kehidupan itu penting.

 

Pencarian terus menerus merupakan upaya yang harus dan saya lakukan bahkan ketika mulai pentas, Barjah ini merupakan tokoh penting yang bergerilya melakukan pengkaderan paguyuban kalajengking tersebut. Saya pernah reading sekaligus eksplorasi di tengah bunderan cibiru dari jam 8 samapai jam 11 malam, karena memang Barjah ada di lingkungan masyarakat yang hingar bingar. Kesulitan ada perubahan warna vokal, karena Barjah ini umurnya cukup tua, jadi mengeluarkan warna vokal orang tua cukup sulit.

 

Cara sutradara mengasah aktor keren, kita dituntut untuk melakukan penafsiran simbolis yang dilontarkan sutradara. Lalu kita juga dituntut untuk disiplin, a goris selaku sutradara liar sih konsepnya.

 

Bangga dan bahagia jadi bagian dari Teater Awal Bandung. Kalo slank punya tagline ga ada matinya, begitu pun Teater Awal Bandung sama tidak ada matinya haha

Luthfi Tafo sebagai Barjah

 

Peran aku jadi germo yang jual si Jamilah namanya Mamih Rawit hehe. Ia dikenali oleh pelanggan-pelanggan dan masyarakat di tempatnya, Mami Rawit pernah bertemu disuatu tempat ketika Jamilah faktor ekonominya kurang. Diberi kalimat-kalimat manis dan akhirnya Jamilah bersedia, lalu Mamih Rawit ini merawat ia dan anaknya, karakter Mamih Rawit ini licik, ramah kepada pelanggannya, tapi kalau ada yang berani mengacau dia tidak akan segan-segan, nama Mamih Rawit ini didapat dari nama aslinya Rahmi Ruswita, jadi Rawit. Terus dari penelusuran lebih jauh lagi soal psikologi tokoh, Mami Rawit ini seperti cabe, ya meskipun umurnya tua dia tetep centil.

 

Kaget juga sebelumnya ga nyangka bakal dapet peran ini, pada awal reading memang kita dituntut untuk memahami dan menafsirkan setiap tokoh, sehingga sebelum masuk ke pendalaman tokoh kita udah punya bayangan soal tokoh yang akan diperankan.

 

Cerita di naskah ini bagus karena kita disadarkan meskipun setiap orang di dalamnya terlihat baik tapi selalu mengemas kehidupan mereka dengan kemunafikan yang menunjukan sisi lain manusia pada tiap-tiap tokoh. Beberapa tokoh membungkus kebenaran dengan cara yang keliru.

 

Kita harus membawanya serealis mungkin, ini realis, kehidupan sehari-hari, tapi sulit untuk melakukannya di atas panggung, ini menariknya. Awalnya sebenarnya bisa menafsirkan tokoh, tapi pas melakukan penafsiran diri sendiri ternyata ada penafsiran lain dari sutradara, jadi stimulus saling memberi masukan.

 

Keren sih kebagian sutradara yang super baik. Terharu, kadang kasian juga sama sutradara mengurusi aktor-aktornya. Ketika selesai pentas juga ga kuat nahan air mata, udah kaya bapak sendiri, udah deket banget, the best banget tersabar pasut kita ini hehe

 

Hal baru dan pembelajaran baru, sebenarnya aku sebelumnya juga ikut teater, tapi ternyata ketika masuk Teater Awal kerasa beda banget suasana dan metodenya, sebelum masuk Teater Awal aku dulu pernah setingkat lomba monolog aja ya udah penafsiran tokoh sebagaimana kita menafsirkannya, yang penting ekspresi sampai berdarah-darah istilahnya hehe. Tapi ketika masuk Teater Awal, wah ternyata tidak sesepele itu menjadi aktor, sampai hal-hal detail perlu diperhatiin, kita harus paham logika dialog, pengusungan kenapa emosinya bisa sampai seperti itu, terus juga kita harus tau kenapa adegannya kaya gini, pokonya ampe ke dalam banget detailnya, dan ternyata ini mengantarkan kita menuju pendalaman tokoh yang kita perankan. Terus juga arahan sutradara untuk tidak mudah puas dari apa yang di dapat, kita harus terus mencari. Cape, jenuh dalam proses menurut aku wajar, justru ini sebagai warna, ya proses studi panggung ini bagi aku bener-bener kerasa.

Hilmi Cipoh sebagai Mami Rawit

 

Peran aku sebagai Kara, jadi kara ini anggota baru kelompoknya Malim, dia masuk kelompok karena ingin mengakan keadilan, selama ini hidupnya serba berkecukupan tapi di suatu waktu hartanya hilang karena kelicikan oknum. Ada kejadian ketika seharusnya Kara menjalankan tugas dengan kelompok, Kara dan Barjah justru malah disandera oleh Juned. Karena Kara ini ingin bebas dari sekapan Juned, jadi dia berkhianat pada Malim dan membantu Juned untuk kabur. Agak sulit karena mengubah karakter ya, sulit untuk menjadikan sosok kara ini buat berinteraksi sama diri aku sendiri. Naskah ini Wanita yang diselamatkan ini menarik apalagi amanat didalamnya cukup kerasa banget.

 

Nyaman banget sama orang-orangnya, baraya Teater Awal Bandung, jadi nyandu buar garapan.

Mutia Asko sebagai Polisi hutan

 

 

Tentunya cerita tidak sampai disini, masih banyak cerita-cerita lain bagi individu-individu lain yang tidak akan termuat hanya pada satu halaman, keterlibatan anggota Teater Awal Bandung pada sebuah garapan merupakan panggilan jiwa, sehingga anggota yang terlibat sebenarnya tidak terbatas pada orang-orang di atas, semuanya saling berkontribusi sesuai peran, porsi, dan kemampuan masing-masing. Do’a dan kebahagiaan terbaik untuk Baraya Teater Awal Bandung.

 

Sekali lagi selamat kepada semuanya, terimakasih telah menyalakan lilinnya lewat studi panggung kali ini, semoga terus menyala, dan…

 

Semoga senyum Tuhan menyertai aktivitas kita selaku khalifah di muka bumi hingga nafas terakhir tersenyum berpapasan Tuhan. Salam Jiwa! 

(11/11 - Zamzam Piter)

1 komentar:

  1. Terimakasih sudah berkunjung ke tempat kami, mohon maaf dalam penyambutan kami kurang maximal , semoga semakin jaya buat teater awal Bandung , ( Ridwan ) sekretaris desa sindangpakuon ,

    BalasHapus

Diberdayakan oleh Blogger.